Senin, 23 September 2013

Kecurangan di Pilgub Jatim Sama Seperti Rezim Orba

SURABAYA, (media sahabat) - Langkah pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja (berkah) membawa sengketa Pilgub Jatim ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tepat. Pasalnya, Pilgub Jatim 29 lalu diwarnai pelanggaran dan kecurangan yang terjadi merata di Jawa Timur.


"Di permukaan, pelaksanaan pilgub Jatim lalu berlangsung aman. Tapi manipulasi terjadi dimana-mana. Maka wajar bila ada pasangan yang menggugat lewat Mahkamah Konstitusi," kata Ketua Korps PMII Jawa Timur, Athik Hidayatul Ummah, Kamis (12/08/2013).



Menurut Athik, laporan dari semua daerah menunjukkan, modus kecurangan pada Pilgub kali ini bermacam-macam. Parahnya, kecurangan itu melibatkan birokrasi dan para penyelenggara Pemilu. "Kalau ingin demokrasi di Jatim membaik, semua harus dibongkar di MK," lanjutnya.



Jika semua pelanggaran dan kecurangan tidak dibongkar, lanjutnya, masyarakat akan memandang semua itu menjadi hal yang biasa. "Kejahatan politik yang terjadi, lama-lama menjadi hal biasa yang akan dilakukan secara berulang-ulang. Ini berbahaya," jelas Athik.



Dikatakannya, meski reformasi sudah berjalan 15 tahun, pola-pola kecurangan lama yang pernah digunakan Orde Baru (Orba), tetap saja ada. "Hak demokrasi rakyat dipasung sedemikian rupa, sehingga ada pasangan calon yang dirugikan. Pilgub ini mengingatkan kita pada orde baru," jelas peneliti muda asal Paciran, Lamongan ini.



Selain dugaan keterlibatan birokrasi, manipulasi suara dan  penyalahgunaan APBD, bentuk kecurangan lain yang ditemukan, adalah banyaknya pemilih perempuan yang gagal menggunakan hak pilih. "Ada modus C6 tidak dibagikan ke pemilih perempuan. Padahal mereka terdaftar di DPT. Ini terjadi di banyak tempat," terang Athik.



Kasus seperti ini,, sama dengan membajak suara rakyat. Suara mereka seharusnya bisa mengubah Jawa Timur yang lebih baik. "Sama seperti pilgub 2008 lalu, pembajakan demokrasi masih terjadi. Karena itulah, indek demokrasi Jatim terendah secara nasional," paparnya.



Lebih lanjut, Athik menyayangkan sikap bungkam akademisi dan aktifis pro demokrasi di Jatim, sehingga palanggaran dan kecurangan yang terjadi seolah-olah tidak ada. "Panwaslu juga tak berfungsi dengan baik. Pelanggan dan kecurangan jelas terjadi dimana-mana, tapi mereka diam," katanya (tam)



0 komentar:

Posting Komentar