Kamis, 21 Maret 2013

PMII pun Harus Jaga Independensi Politik

(Media Sahabat) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi kemahasiswaan yang mempunyai hubungan historis dan emosional dengan NU harus independen dari kepentingan politik. Sebab, independensi merupakan salah satu tolak ukur kemandirian organisasi.

Demikian dikatakan Ketua Pengurus Cabang PMII Jember, Zainal Abidin saat memberikan sambutan dalam pelantikan pengurus PMII Komisariat Universitas Jember (Unej) di gedung Bhayangkara, Selasa (19/3).

Menurut Zainal, sejak dulu sesunguhnya PMII dibangun dengan semangat kemandirian, sehingga harus tetap mandiri sampai kapanpun. “Termasuk mandiri dari pengaruh kekuatan partai politik,” tukasnya.

Putra Bangkalan, Madura itu menambahkan, PMII harus tetap fokus dan istiqamah dengan garapannya, yaitu mengawal ajaran Islam ahlussunnah wal jama’ah, khususnya di kalangan mahasiswa.

Dikatakannya, PMII sebagai kawah candradimukanya NU, juga mempunyai tugas untuk menggodok dan mencetak kader-kader NU yang militan. “Pasca PMII, jalur kiprah dan pengabdiannya ke NU. Itu biasanya,” jelas Zainal.

Zainal mengingatkan agar kader PMII menjaga netralitas sikap politiknya dalam menghadapi event-event politik ke depan. Sebab, keberpihakan kepada salah satu kekuatan partai politik akan menggerus tugas yang sesungguhnya, yaitu mengawal ajaran NU. “Makanya, kita harus cermat dan hati-hati menyikapi event politik,” ucapnya.

Dalam kepengurusan PMII Komisariat Unej periode 2013-2014 ini, Ahmad Wawan tercatat sebagai ketua, dibantu Nur Kisom Reza sebagai Sekretaris. Pelantikan itu sendiri dilakukan oleh Ketua PMII Cabang Jember, Zainal Abidin di hadapan sekitar  200 undangan.


Sumber         :http://m.nu.or.id/

Demo Besar Mahasiswa Direncanakan 27 Maret

"Semua kawan mahasiswa dari 21 provinsi akan datang ke Jakarta, saat itu. Ini merupakan bukti bahwa mahasiswa bisa bersatu menumbangkan rejim SBY-Boediono."

(media sahabat) Lantaran merasa tidak ada lagi cara baik-baik untuk memperingatkan pemerintah, gerakan ekstra-parlementer pun disiapkan.

Ribuan mahasiswa rencananya akan tumpah ke jalanan di Ibukota, pada 27 Maret mendatang. Hal tersebut dituturkan Ketua Konsolidasi Nasional Mahasiswa Indonesia (Konami) Jati Pramestianto, hari ini, kepada Beritasatu.com.

Jati menuturkan, rencana aksi tersebut sesuai dengan kesepakatan dalam Rapat Konsolidasi Nasional Mahasiswa Indonesia yang digelar pada 27 Januari lalu. Saat itu, kata dia, hadir hadir perwakilan 128 kampus dari 21 provinsi.

"Semua kawan mahasiswa dari 21 provinsi akan datang ke Jakarta, saat itu. Ini merupakan bukti bahwa mahasiswa bisa bersatu menumbangkan rejim SBY-Boediono," tegas Jati, di Jakarta, tadi malam.

Penyebab aksi mahasiswa, menurut Jati, karena Pemerintahan SBY-Boediono sudah terlalu banyak melanggar Konstitusi, tak menjalankan amanat UUD 1945, dan tidak berpihak kepada nasib rakyat.

Ketidakberpihakan itu, menurut Jati, terlihat dalam berbagai aspek  kehidupan masyarakat seperti kenaikan BBM, kegagalan memberi layanan  pendidikan dan kesehatan, pemberantasan korupsi yang gagal, hingga  pembiaran terhadap dihisapnya sumber daya alam oleh segelintir pihak  asing.

"Dia gagal di semua aspek, itu menjadi dasar kita bersatu, bahwa keduanya (SBY-Boediono) tidak kami tolerir lagi untuk menjabat," katanya.

Pada kesempatan itu, Jati juga mengakui, rencana gerakan itu bisa berakhir  seperti kejadian demo mahasiswa 1998 lalu. Pasalnya, kata Jati, pihaknya  tidak memiliki pilihan lain selain turun ke jalan.

"Perubahan tidak  bisa lagi terjadi di meja perudingan atau meja diskusi demi memberi imbauan ke Pemerintah untuk berubah. Itu sudah berkali-kali dicoba," tandasnya.

Jalan diplomasi yang dilakukan mahasiswa telah dilakukan. Di antaranya, seperti yang dilakukan kemarin, yakni memberikan dokumen tuntutan ke DPR agar menekan Pemerintah.

"Tapi langkah itu juga  gagal. Sebab, DPR sendiri secara tegas menolak menurunkan Pemerintahan. Jadi, kita tidak ada pilihan lagi. Gerakan ekstra-parlementer turun ke jalan pun harus terjadi demi menurunkan pemimpin yang  berkhianat. Tak ada lagi diplomasi, sudah berkali-kali dicoba. Itu artinya tak ada cara lain selain turun ke jalan," pungkasnya.

Lebih hebat
Sementara itu, Politisi Partai Gerindra Permadi menilai, aksi mahasiswa akan semakin meluas  dan semakin nekat. Bahkan, dia memprediksi, akan lebih hebat daripada aksi 1998.

Permadi melanjutkan, kemurnian gerakan mahasiswa saat ini sudah terlihat karena tuntutannya sama. Yakni, menentang kenaikan harga BBM, menentang neoliberalisme, dan menggugat penangkapan koruptor yang lemah.

"Kebencian rakyat terwakilkan oleh mahasiswa yang saat ini sudah mencapai puncaknya," kata Permadi.

Permadi lalu mengingatkan mahasiswa harus lebih menjaga staminanya dalam  melakukan aksi. Dia berharap mahasiswa melihat contoh gerakan Mesir dan  Tunisia, dimana demonstran mampu bertahan puluhan hari berada di jalanan.

"Saya menilai kalau mahasiswa, bersama buruh dan rakyat bersatu, SBY-Boediono pasti turun, selambat-lambatnya tahun depan," kata Permadi.

Informasi menyebutkan gerakan buruh memprotes rencana kenaikan BBM akan mulai bergerak secara bergelombang sejak Kamis (15/3) dan puncak selanjutnya  di 21 Maret 2012 mendatang.

Masifnya kekecewaan publik lantaran pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM memang potensial terjadi. Namun spekulasi lain terkait mengerasnya aksi penolakan atas kebijakan pemerintah yang muncul di saat negeri tengah bersiap untuk menggelar pesta demokrasi pada 2014 itu juga penting untuk dicermati. 

Adanya kekhawatiran bahwa aksi massa, yang mayoritas kini digerakkan oleh kalangan mahasiswa, ditunggangi oleh kepentingan politik praktis sebaiknya tidak menjadi barang haram.

Dan tentunya, baik warga negara dan pemerintah berharap situasi buruk terkait kebijakan baru tersebut tidak terjadi. Lantaran itulah, agaknya, secara formal pada Senin (12/3), jajaran pejabat negara terkait menggelar rapat koordinasi dengan TNI dan Polri di Mabes TNI, Cilangkap Jakarta Timur, yang membahas seputar rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. 

Diketahui, dalam rapat yang digelar tertutup itu turut hadir Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Hatta Radjasa, dan Menko Kesra Agung Laksono. Selain tentunya, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo.

Dalam rapat tersebut, Kapuspen TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul, kepada wartawan, keesokan harinya, tidak menampik bahwa dibahas pula tentang langkah antisipasi dampak negatif kebijakan penaikan BBM tersebut.

"Sesuai protap, Polri tetap berada di depan," tuturnya, saat menanggapi kritikan terkait pelibatan TNI yang mengesankan hadir untuk memerangi warga negara.

Kendati begitu, Kapuspen TNI tidak menolak adanya informasi intelijen yang menyebutkan adanya peluang aksi penolakan kenaikan BBM itu rawan ditunggangi kepentingan tertentu.

Kekhawatiran adanya motif lain di balik aksi menolak BBM disampaikan pula oleh
Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan. Lantaran itulah, dia menuding, aksi penjatuhan dan perusakan foto Presiden RI di Gedung DPR didalangi pihak tertentu.

“Saya menduga ada yang menyuruh mereka (mahasiswa). Proses hukum saja pelaku dan mereka yang diduga sebagai dalangnya,” katanya, tadi malam.

Pasalnya, Ramadhan menilai, aksi brutal serupa itu bukanlah karakteristik mahasiswa yang seharusnya terdidik. Jika dibiarkan, aksi serupa dikuatirkan bisa makin menjadi-jadi.

Ramadhan juga mengkategorikan aksi perusakan foto Presiden RI itu  dikategorikannya sebagai pelecehan. “Itu aksi yang tak bisa diterima. Tanpa perlu menunggu aduan masyarakat, polisi harus segera bertindak. Aksi perusakan dan pelecehan simbol negara tidak bisa dibiarkan. Itu jangan dicuekin dan diremehkan,” lanjutnya.

Sumber : http://www.beritasatu.com/

Minggu, 17 Maret 2013

Sejarah Gerakan Mahasiswa

Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.


Sejarah Gerakan Mahasiswa dari Masa ke Masa
1908
Boedi Oetomo, merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada konggres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan : Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan BU sebagai perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000 anggota.
Disamping itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.
Berdirinya Indische Vereeninging dan organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme, menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan BU karena banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh karena hanya menuju “kemajuan yang selaras” dan terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU. Oleh karena cita-cita dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik.
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi 1908, dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
1928
Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.
Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
1945
Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
1966
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, diantaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Diantara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha mempengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan ’66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan ’66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan ’66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. di masa ini ada salah satu tokoh yang sangat idealis,yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah soe hok gie
1974
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
• Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
• Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan “Mahasiswa Menggugat” yang dimotori Arif Budiman yang progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.
Dalam tahun 1972, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu “ganyang korupsi” sebagai salah satu tuntutan “Tritura Baru” disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.
1978
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.
Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan tinggi. Namun demikian, upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia.
Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak kepemimpinan nasional.
Era NKK/BKK
Setelah gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa.
Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.
Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.
Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.
Beberapa kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, korupsi di Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB.
1990
Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.
Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang independen.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa ditahun 1990-an.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 – 1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap terlarang.
1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya “KKN” (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
Era Reformasi-sekarang
Di dalam era reformasi dan demokrasi yang cenderung liberal ini gerakan mahasiswa masih menjadi suara yang kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Dan disini kitalah yang akan menjadi penentu arah sejarah gerakan mahasiswa ke depannya, mari kita tulis sejarah gerakan mahasiswa dengan tinta emas yang akan turut membangun jayanya negeri kita. HIDUP MAHASISWA!!
sumber: wikipedia

Latar belakang pembentukan PMII

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
  1. Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
  2. Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
  3. Pisahnya NU dari Masyumi.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Organisasi-organisasi pendahulu

Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.

Konferensi Besar IPNU

Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
  1. A. Khalid Mawardi (Jakarta)
  2. M. Said Budairy (Jakarta)
  3. M. Sobich Ubaid (Jakarta)
  4. Makmun Syukri (Bandung)
  5. Hilman (Bandung)
  6. Ismail Makki (Yogyakarta)
  7. Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
  8. Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
  9. Laily Mansyur (Surakarta)
  10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
  11. Hizbulloh Huda (Surabaya)
  12. M. Kholid Narbuko (Malang)
  13. Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.

Deklarasi

Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.SEMUA itu berkat IPNU

Independensi PMII

Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan organisasi induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.
Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.

Makna Filosofis

Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.

Minggu, 10 Maret 2013

Deklarasi Small Group Guntur & seminar kebangsaan se-Madura

Pamekasan, 10/3  (Media Sahabat) - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan, melaksanakan Deklarasi Small Group Gerakan Tunas-Tunas Revolusi (GUNTUR). Minggu (10/03) pagi.

Acara yang dilaksanakan di Gedung PKPN Pamekasan ini, selain melantik pengurus Small Group PMII Komisariat STAIN Pamekasan, juga digelar Seminar Kebangsaan Se-Madura. Sebagai pemateri KH. Ilyas Siraj, dan dimoderatori oleh Moh. Jamaluddin. dalam kegiatan ini dikemas dalam bentuk orasi dengan tema "Revolusi Birokrasi dalam Bingkai Pancasila".

Sementara itu, Sidik,S.E Ketua PMII Cabang Pamekasan, berharap dalam sambutannya. Bahwa Guntur merupakan salah satu penerus dari kader yang ada di Pamekasan. Akan tetapi, dalam hal itu, meneruskan perjuangan yang sesuai dengan AD/ART dan Nilai Dasar Pergerakan yang berhaluan Ahlussunnah Waljama'ah.

"Saya berharap. Guntur sebagai kader penerus gerakan PMII, untuk senantiasa momfokuskan diri dalam meneruskan gerakannya sesuai dengan mainstrim gerakan yang berhaluan Aswaja," kata alumnus UNIRA itu.

Sidik juga menambahkan,  alur gerakan yang saat ini sudah memasuki transisi dan alibi mahasiswa yang cenderung pragmatis harus diluruskan dan dikembalikan pada tatanan dan jalur yang tepat. Hal ini diharuskan agar mahasiswa pergerakan sesuai dengan tugas dan fungsi dirinya sebagai seorang mahasiswa.

"Kita harus senantiasa ingat dan sadar akan tugas dan fungsi sebagai seorang mahasiswa. Tugas kita dalam berorganisi untuk belajar sesuai dengan mainstrim yang ada di PMII." Ujar Pria Tampan Kelahiran Sampang itu yang saat menjadi orang Nomer satu di PMII Pamekasan. <dit>

Sumber: Media madura

Diguyur Hujan, Ormas Perempuan Lakukan Longmarch Peringati Hari Perempuan Sedunia

Jakarta,(media sahabat) Setiap tanggal 8 Maret, diperingati Hari Perempuan Internasional. Meskipun hujan turun, untuk memperingatinya puluhan massa Kopri PB PMII bersama dengan gabungan berbagai elemen dan Ormas yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan Sedunia tetap semangat menggelar aksi long march dari Bundaran Hotel Indonesia ke Istana Negara, Jumat (8/3).

Dalam aksinya mereka menolak kekerasan, diskriminasi dan pemiskinan terhadap perempuan sebagai temanya.

"Perempuan hari ini ditantang untuk melakukan sebuah gerakan yang mampu menyuarakan suara-suara yang selama ini tidak dan jarang tersuarakan. Khususnya mengenai permasalahan perempuan di tingkatan grasroot masyarakat," teriak Sekjend KOPRI PB PMII Herwanita.

Menurutnya, masih terdapat catatan banyak kasus-kasus kekerasan, diskriminasi dan pemiskinan yang dialami perempuan. Dia memaparkan, masih segar dalam ingatan, kasus pembunuhan dan mutilasi mahasiswi UIN Ciputat serta pemerkosaan terhadap siswa dan anak perempuan dibawah umur yang efeknya sampai kepada dikeluarkannya korban dari lingkungan sekolah.

"Ternyata memang dibutuhkan kesadaran kolektif untuk menggugat kelanggenan anggapan bahwa perempuan selalu menjadi kelompok yang termarginalkan baik pada tataran nalar masyarakat maupun wacana dan diskursus yang berkembang di masyarakat," terang dia.

Oleh karenanya, pihaknya menyatakan sikap atas dukungan terhadap korban kekerasan seksual agar diproses secara hukum dan mendapatkan haknya, mendukung adanya pendidikan seksualitas yang komprehensif disekolah maupun diluar sekolah, himbauan kepada jurnalis untuk menggunakan jurnalisme berpersfektif keadilan gender, serta mendesak dan mendorong pemerintah dalam melakukan realisasi jaminan kesehatan murah dan massal bagi perempuan dan anak serta menyerukan kepada semua pihak untuk STOP kkekerasan, diskriminasi dan pemiskinan perempuan.

"Hari ini gerakan perempuan, khususnya gerakan mahasiswa perempuan baik pada tingkatan nasional maupun lokal harus mampu mengambil ruang untuk menyuarakan isu perempuan yang selama ini yang tadinya dianggap kurang penting seperti pengasuhan anak, ketenagakerjaan domestik, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan hak-hak reproduksi perempuan," ujarnya.

Dia menambahkan Personal is political and everything is political, tentunya dengan dasar memberikan ruang kepada perempuan untuk melakukan penolakan dan resistensi politik terhadap tekanan tekanan yang mereka hadapi melalui problem sosial keseharian perempuan.

Sebagaimana diketahui aksi gabungan tersebut juga dihadiri oleh kader-kader KOPRI Ciputat dan Ratusan kader KOPRI Cabang di DKI yang berbaur bersama Massa aksi yang melakukan karnaval dan longmarch sepanjanng bundaran HI menuju Istana negara. (IB)

Sumber:  Indowarta.co

PMII Pamekasan Kumpulkan Para Alumni ketua Cabang

Pamekasan, [media sahabat],, sore tadi tepatnya Pada tanggal 06 Maret 2013 jam 15.30 WIB Cabang PMII Pamekasan menggelar pertemuan Para Alumni Mantan Ketua cabang dari periode pertama sampai periode terakhir.

Pertemuan itu diselenggarakan dikantor cabang PMII  jalan brawijaya nomor 52B, pada pukul 15.00 WIB. Kami berharap dengan adanya pertemuan para mantan ketua cabang PMII Pamekasan ini bisa membangun kominikasi lebih inten lagi antar Junior dan senior PMII Pamekasan, ujar Sahabat Sidik,S.E yang pada saat ini menjadi orang Nomor satu di PMII Pamekasan itu.

Pertemuan ini murni silatur rahmi dan tidak ada unsur politik dan kepentingan apapun ujar Sidik, pria Tampan Kelahiran Sampang yang saat ini menjabat sebagai ketua PC PMII Pamekasan itu.

Pertemuan itu juga dihadiri oleh ketua IKA PMII (ikatan Alumni PMII) Sahabat Syafiuddin, dan juga Dihadiri oleh Ketua Mabincab (mantan Pembina Cabang) PMII Pamekasan sabahat Sohibuddin yang saat ini menjadi Rektor UIM Pamekasan.

Berikut nama-nama mantan ketua PMII cabang Pamekasan yang hadir pada acara tersebut.

1. Sahibuddin      (1986-1987)
2. A.Syafiuddin   (1987-1988)
3. Moh. Nurullah (1991-1992)
4. Atiqullah       (1998-1999)
5. Ach.Faqih      (1999-2000)
6. A.Mustar        (2001-2002)
7. Ribut Baidi    (2008-2009)
8. Sodik            (2009-2010)
9. Moh.Faridi     (2011-2012)

BUKU HARIAN ANAS GALAUKAN SBY


Akhir-akhir ini kita dipertontonkan sebuah adegan menarik,pertunjukan yang spektakuler. Permainan ini cukup memukau mata dan telinga yang menyimaknya. Begitulah kira-kira ketika satu adegan pemerannya actor terpopuler. Sebenarnya,Kita tidak asing lagi dengan nama SBY dan Anas Urbaningrum, karena kedua sosok ini tokoh nasional. Kedua  orang inilah yang dimaksudkan sebagai actor yang  mampu mengusik ketenangan republik ini. Kita,orang awam, sebelum meraskan kekecewaan yang sangat menyayat hati, akan heran dan tercengang melihat duet maut ini, pasangan dua insan santun, yang seakan-akan telah mengikat janji tidak akan pernah berpisah sehidup semati. Ikatan itu terjalin saat Anas Urbaningrum dinobatkan sebagai anak emas dalam bahtera rumah tangga SBY,Demokrat. Namun bagi sodara,bagi mereka yang paham dengan pertunjukan itu, yang mengerti dengan permainan itu,tentu tidak akan berdampak apa-apa,karena mungkin merasa bahwa dirinya sama-sama actor,sama-sama artis yang hanya belum tenar kepopulerannya, belum ketahuan kalau telah menjadi penyakit bangsa ini. Nah, sekarang kita,orang awam cukup tersakiti, karena kedua actor utama tersebut lain dibibir lain dihati.
            Pada paro perjalanan bahtera rumah tangga SBY, usut punya usut, Anas sudah dianggap nyelenih, tidak mematuhi aturan rumah tangga. dianggap telah membuat keonaran yang bisa menyebakan keretakan  Demokrat. Maka,demi alasan keutuhan rumah tangga, SBY dengan tegas memberikan kebebasan dengan cara membuatkan Pakta Integritas kepada Anas untuk segera menyelesaikan persoalan yang diperbuat dengan tidak membawa keluarga besarnya, Demokrat.  Kenekatan Anas yang dimksud karena telah berani bermain dengan keluarga besar yang dikenal anti teror dan tak mau kompromi,yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keluarga yang dinahkodai Abraham Samad ini telah menemukan adanya indikasi dan pada akhirnya terbukti, bahwa , Anas telah melakukan tindakan amoral yang menyakitkan rakyat Indonesia dengan menelikung dana hambalang. Namun disisi lain, dengan jiwa lakinya, Anas menyatakan sikap keluar dari barisan keluarga Demokrat karena merasa dirinya dianggap sebagai anak yang kelahirannya tidak diharapkan. Bahkan memberikan perlawanan serius, mengancam akan membuka lembaran menu keluarga besar SBY satu persatu. Entah perlawan Anas ini karena merasa dirinya tidak bersalah atau justru dirinya dianggap terlalu banyak menyimpan kue persekawanan.  Kita sama-sama menunggu, karena catatan harian anas inilah yang dinanti-nanti oleh seluruh rakyat di republik ini. apa isinya,siapa actor selanjutnya. Akankah catatan Anas ini berisi nama-nama actor hambalang, century dan seterusnya. Kita ikuti dengan seksama lembaran berikutnya sembari mendengar nyanyian  Anas.
            Nah, inilah sebenarnya dinamika politik yang harus dicermati dengan bijak. mengutip statement sahabat Jabidi Ritonga, SEKJEND PB.PMII”  jangan latah, sehingga menjadi kuda tunggangan,menjadi alat kekuasan. Ada sekelompok orang ingin menjadi pahlawan penegakan hukum, sedangkan yang bersangkutan adalah koruptor. Dulu diam, sekarang bersuara seakan terdzolimi. Kita harus bisa membedakan fakta hukum dengan fakta politik, jangan menjadi alat kemarahan”. Dari ungkapan sahabat Jabidi ini,  menurut saya, seyogyanya kita mempertayakan kemana Anas Urbaningrum selama ini, kenapa baru akan membuka ada kongkalikong dalam tubuh demokrat saat dirinya terjerambab seperti sekarang, kenapa tidak dari dulu sejak menelihat kemunafikan itu terjadi. Dengan fakta hukum seperti sekarang  ini,publik akan memberikan penilaian menus pada figur politik, lebih-lebih kepada Anas Urbaningrum.Ternyata politisi baru akan bersuara lantang kalau dalam kondisi yang mematikan dirinya. apalagi mengingat AU dan kedua koleganya Anggie dan Andi mallarangngeng sebagai bintang utama yang getol menantang tindakan korupsi dengan jargon demokrat ” KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI”, teryata mereka sama-sama menjadi tersngaka dan bahkan anggie sudah dijatuhi hukuman, jika begini, lengkaplah sudah kekecewaan yang dirasakan oleh bangsa ini,karena tokoh muda yang dianggap bersih ternyata tidak jauh beda dengan predator bertopeng emas.
Sekarang, SBY sebagai Presiden seharusnya menjadi simbol Negara,pengayom bagi seluruh rakyat Indonesia bukan hanya pertai yang dipimpinnya. bukannya kesetiaan kepada partai berkhir sejak dia dilantik sebagai pemimpin. Tapi, faktanya SBY justru memberikan contoh politik yang tidak mendidik, kepanikan SBY dengan sikap Anas meninggalkan kesan bahwa dirinya tersangkut banyak persoalan dengan Negara ini. Masih banyak persoalan yang lebih penting untuk diselesaikan. kasus penembakan papua, kasus kekerasan disampang, pengangguran,kemiskinan dan kelaparan dimana-mana.  anenhnya, kenapa SBY galau saat mengetahui Anas Urbaningrum memiliki buku harian?? Salam damai ala saya pribadi.
Oleh : M. Ali Wahdi. (Kader PMII)